Tokoh-Tokoh Pendiri NU: Biografi Tokoh Hingga Peranannya Untuk NU

Posted on

Halo teman-teman, artikel kali kita akan membahas seputar tema para tokoh pendiri NU. Taukah kalian bahwa NU merupakan salah satu organisasi terbesar di Indonesia.

NU secara resmi berdiri pada tahun 1926, organisasi ini ternyata tidak hanya membidangi masalah keagamaan saja melainkan aspek-aspek lain seperti ekonomi, politik dan juga sosial.

Berikut selengkapnya mengenai Nahdhalatul Ulama beserta para pendirinya.

Tokoh-Tokoh Pendiri Nahdlatul Ulama

Sebagai warga NU, kita sudah seharusnya mengetahui siapa saja tokoh-tokoh pendiri NU bukan.

Berikut ini kami jelaskan biografi tokoh-tokoh pendiri NU selengkapnya serta kontribusinya terhadap salah satu organisasi terbesar di Indoneisa.

K.H. Hasyim Asy’ari, Tokoh Penting Berdirinya NU

 Tokoh Pendiri NU KH Hasyim Asyari
MerahPutih

K.H Hasyim Asy’ari merupakan salah satu pahlawan nasional Indonesia yang ditetapkan langsung oleh peresiden pertama suekarno tahun 1964.

Beliau putra dari Kyai Asy’ari dan Ibu Halimah sebagai anak ke-3 dari 11 bersaudara.

Beliau juga merupakan kakek dari salah satu presiden Indonesia, yaitu K.H Abdurrahman Wahid atau dikenal dengan nama Gusdur.

Beliau mempunyai empat orang istri dari keturunan para Ulama Indonesia, yang bernama, Khadijah, Nafiqah, Nafisah, dan Masrurah.

Dari hasil pernikahannya itu, beliau dikaruniai 15 orang anak, diantaranya:

  1. Wahid Hasyim.
  2. Muhammad Ya’kub.
  3. Mashrurah.
  4. Abdul Hakim.
  5. Azzah.
  6. Ubaidillah.
  7. Khoiriyyah.
  8. Abdul Karim.
  9. Fatimah.
  10. Khadijah.
  11. Aisyah.
  12. Hannan.
  13. Abdullah.
  14. Muhammad Yusuf.
  15. Abdul Qodir.

Beliau lahir di desa Gedang, Kecamatan Diwek, Kabupaten Jombang, Provinsi Jawa Timur pada tanggal 14 Februari 1871 tepatnya tanggal 21 juli 1947.

Beliau wafat pada tanggal 25 Juli 1947 dan dikebumikan di Tebuireng, Jombang.

Semasa hidupnya, KH Hasyim Asy’ari dikenal sebagai orang yang cerdas, maka tak heran jika di usianya yang masih 13 tahun, beliau sudah bisa memahami kitab-kitab klasik yang diajarkan oleh sang ayah yaitu Kyai Asy’ari.

Di usianya tersebut, beliau juga dipercaya untuk membantu ayahnya mengajar santri-santri di Pondok Pesantren Jombang.

Setelah beberapa tahun berselang, Hasyim Asy’ari muda mulai pergi belajar mencari ilmu ke beberapa Pondok Pesantren di Indonesia.

Dan salah satu guru besar beliau adalah Kyai Kholil Bangkalan, Madura.

Selain mondok di beberapa pesantren di Indonesia, beliau juga pernah menempuh pendidikan di luar negeri seperti di kota Makkah, Arab Saudi.

Di sana, beliau di bimbing langsung oleh Guru Besar Kyai Mahfudh At-tirmisi yang juga mengajarkan ilmu talqin tarekat Qadiriah Wa Naqsabandiah.

Kontribusi K.H Hasyim Asy’ari Sebagai Tokoh Pendiri NU

Perjuangan beliau dalam mendirikan organisasi Nahdlatul Ulama dan Nusantara tentu tidaklah mudah, beliau menghabiskan waktu serta perjalanan yang cukup panjang dalam perjuangannya.

Dengan berbagai pemahaman yang berbeda, pertimbangan-pertimbangan, serta menunggu izin dari guru besarnya yang ada di Bangkalan, Madura (Kyai Kholil Bangkalan), merupakan salah satu faktor yang menjadi tertundanya pendirian Jam’iyyah Nahdlatul Ulama.

Setelah beliau menerima isyarat dari santri yang diutus oleh Kyai Kholil Bangkalan yang juga merupakan salah satu jawaban dari istikharahnya beliau, akhirnya pada tanggal 31 Januari 1926 (16 Rajab 1344 H) Jam’iyyah Nahdlatul Ulama resmi didirikan.

Sebagai tokoh pendiri NU dan juga merupakan Rais Akbar NU di tahun 1926 sampai 1947, kontribusi KH Hayim Asy’ari sangat dirasakan oleh seluruh Nahdhliyyin.

Dan pada saat muktamar NU tahun 1930, kobstribusi beliau terhadap NU dibuktikan dengan tulisannya tentang Anggaran Dasar NU yang dikenal dengan Qannun al-Asaasii Jami’iyat Nahdlatul Ulama.

Dalam kitab tersebut dijelaskan beberapa hal terkait undang-undang dasar organisasi NU dalam hal mempersatukan umat islam di Indonesia.

Adapun ringkasan dari Anggaran Dasar NU tersebut, meliputi tiga hal utama yang menjadi catatan penting, antara lain:

  1. Saling mengenal satu sama lain.
  2. Adanya kemauan ingin bersatu.
  3. Mempunyai sifat saling mengasihi, bersimpati, dan toleransi.

Pemikiran-pemikiran beliau kemudian dituangkan dalam wadah organisasi NU, yang bertujuan untuk memperkuat Ukhuwah Islamiyah antar organisasi.

Mengutamakan saling toleransi, menghilangkan sifat fanatisme, serta menolak paham-paham radikalisme yang berniat memecah belah bangsa, agama serta negara.

Kontribusi beliau terhadap NU, tidak lain adalah untuk menegakkan syariat Islam di Indonesia tampa harus menghilangkan prinsip dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Beliau adalah ulamak yang mempunyai sifat patriotisme dan nasionalisme yang religius.

Dengan wadah organisasi NU, KH Hasyim Asy’ari mengeluarkan sebuah fatwa untuk perjuangan membela dan mempertahankan kemerdekaan NKRI.

Fatwa tersebut juga merupakan Resolusi Jihad yang dikeluarkan pada tanggal 22 oktober 1945 di Pondok Pesantren Tebuireng, Jombang.

Dalam fatwa Resolusi Jihad tersebut, setidaknya ada tiga hal penting, yaitu:

  • Hukum melawan penjajah demi membela Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), adalah suatu kewajiban (Fardlu’ain) bagi setiap umat Islam baik laki-laki maupun perempuan dalam radius 90 km.
  • Tingkatan derajat dalam berjihad melawan penjajah merupakan jihad fisabilillah, dan bagi para pejuang yang gugur dalam melawan penjajah termasuk mati syahid.
  • Dan jika ada salah seorang dari bangsa ini yang mengkhianati negara serta, maka sama halnya dia telah menjadi kaki tangan penjajah (penghianat), dan bagi mereka wajib hukumnya untuk dibunuh.

Biografi K.H Abdul Wahab Hasbullah (Katib NU Tahun 1926 dan Rais Aam NU di tahun 1947-1971)

Biografi K.H Abdul Wahab Hasbullah, Tokoh pendiri NU
NU Online

K.H Abdul Wahab Hasbullah merupakan salah seorang dari sekian banyak Ulama yang ikut serta menghadiri acara saat peresmian organisasi Nahdlatul Ulama di Surabaya (31 Januari 1926).

Beliau merupakan putra dari salah seorang ulama besar pengasuh Pondok Pesantren Tambakberas, di Jombang, Jawa Timur, yaitu KH Hasbullah Said.

Sementara ibunya bernama Nyai Latifah dan cicitnya bernama Rizky Fadlullah.

Beliau mempunyai adik perempuan bernama Nur Khadijah yang kemudian menikah dengan salah seorang kerabat dekatnya, yakni KH Bisri Syansuri.

Mereka berdua dipertemukan dengan cara perjodohan lalu dinikahkan di kota Makkah, Arab Saudi.

Abdul Wahab Hasbullah sejak masih muda sudah banyak mengembara guna mendalami ilmu-ilmu agama Islam di beberapa Pondok Pesantren terkemuka di Indonesia, diantaranya adalah:

  1. Pondok Pesantren Langitan Tuban.
  2. Pondok Pesantren Mojosari Nganjuk.
  3. Pondok Pesantren Tawangsari Sepanjang.
  4. Pondok Pesantren asuhan KH Kholil Bangkalan Madura.
  5. Pondok Pesantren Tebuireng Jombang di bawah asuhan KH Hasyim Asy’ari.

Kontribusi K.H Abdul Wahab Hasbullah Sebagai Salah Seorang Tokoh Pendiri NU

Beliau juga merupakan salah satu tokoh pendiri NU selain Hadhratussyaikh Hasyim Asy’ari yang mana perannya sangat penting ketika organisasi NU mulai diresmikan.

Beliau memiliki pemikiran yang modern namun religius sehingga seringkali dalam setiap acara organisasi, beliau pun selalu ikut berkontribusi untuk mengembangkannya.

Pada saat oganisasi Nahdlatul Ulama akan didirikan, KH Abd Wahab Hasbullah bersama dengan tokoh-tokoh lainnya berusaha untuk menghimpun Ulama-ulama pesantren di seluruh Nusantara agar dapat menghadiri peresmian NU skala Nasional.

Dengan kontribusi beliau yang cukup besar terhadap NU, maka tak heran jika beliau dijuluki sebagai bapak pendiri NU.

Bahkan, ketika masa perjuangan NU melawan penjajah jepang, ternyata KH Abdul Wahab turun langsung menjadi panglima Laskar Mujahidin.

Bersama adik iparnya yaknik KH Bisri Syansuri pada tahun 1926, beliau merumuskan hasil pemikirannya dengan membentuk Tim Komite Hijaz.

Organisasi ini sifatnya sementara, karena tujuannya hanya untuk memperjuangkan hak-hak dalam beribadah di Tanah Suci Makkah tanpa ada larangan bermadzhab.

Selain itu, beliau juga menjadi salah seorang pencetus dasar-dasar kepemimpinan organisasi NU menjadi dua badan, yaitu Syuriah dan Tanfidziah sebagai salah satu cara untuk menyatukan kalangan Tua dan Muda.

KH Abdul Wahab Hasbullah wafat diusianya yang ke 85 tahun pada tanggal 29 desember 1971 di Jombang, Jawa Timur.

Dan untuk menghormati sumua pengorbana dan perjuangan beliau dalam membela Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), akhirnya Presiden Joko Widodo menganugrahkan gelar Pahlawan Nasional pada tanggal 7 november 2014.

Artikel terkait

(Kumpulan Cerita Silat Jawa Singkat dan Menarik)

(Cerita rakyat Indonesia Terbaik Dari Seluruh Nusantara)

Biografi K.H Bisri Syansuri (A’wan NU Tahun 1926 dan Rais Aam NU di tahun 1971-1980)

Tokoh Pendiri NU Biografi K.H Bisri Syansuri
M# Romu

Salah seorang tokoh pendiri NU selanjutnya ada ulamak Bisri Syansuri, beliau lahir dari keluarga penganut tradisi keagamaan yang sangat kuat.

Dilahirkan pada tanggal 28 Dzulhijjah 1304 H atau 18 September 1886 di desa Tayu, Kabupaten Pati, provinsi Jawa Tengah.

Beliau merupakan putra dari Abd Shamad dengan ibunya bernama Mariah, beliau merupakan anak ketiga dari lima bersaudara.

Semenjak usianya masih kecil (sekitar 7 tahun), beliau mulai belajar membaca Al-quran serta ilmu Tajwid kepada KH Sholeh di Tayu selama tiga tahun.

Selanjutnya beliau pergi mengembara pendalaman ilmu agama di beberapa pesantren lokal, salah satu guru pertama beliau di Pondok pesantren adalah KH Abdul Salam di Kajen, Jawa Tengah.

Memasuki usia remaja, beliau juga berguru kepada beberapa ulama besar di Indonesia, di antaranya adalah K.H Kholil Harun Kasiangan, Rembang dan K.H Syua’ib Sarang, Lasem.

Kemudian beliau melanjutkan dengan mendalami ilmu fiqih kepada KH Kholil Bangkalan, Madura.

Di bawah bimbingannya beliau bertemu dengan KH Abdul Wahab Hasbullah yang kemudian membawanya untuk nyantri di Pondok Pesantren Tebuireng, Jombang yang kala itu diasuh oleh Hadhratusyaikh KH Hasyim Asy’ari.

Kegigihan beliau dalam mencari ilmu tidak sampai disitu, beliau pun melanjutkan pendidikannya di kota Makkah, Arab Saudi dan berguru kepada sejumlah ulama terkemuka di sana.

Di antara guru-guru beliau di tanah suci adalah:

  • Syekh Muhammad Sa’id Al-Yamani.
  • Syekh Muhammad Baqir.
  • Syekh Muhammad Sholeh Bafadlol.
  • Syekh Umar Bajened.
  • Syekh Abdullah.
  • Syekh Jamal Maliki.
  • Syekh Mahfudz Termas.

KH Bisri Syansuri memperdalam ilmunya di mekkah sambil menetap disana, beliau kemudian dinikahkan dengan adik perempuan dari KH Abdul Wahab Hasbullah yang bernama Nur Khodijah.

Dari hasil pernikahannya tersebut, kemudian lahirlah sembilan orang anak yang mana anak pertamanya saat itu meninggal dunia ketika usianya masih kecil.

Sementara anak kedua dan seterusnya diantaranya adalah:

Ahmad Athoillah (K.H Ahmad Bisri) anak ke-2.

  • Muassomah
  • Muslihatun.
  • Sholihah.
  • Musyarofah.
  • Sholihun.
  • Ali Abdul Aziz.
  • Dan Shohib.

Kontribusi K.H Bisri Syansuri Sebagai Tokoh Pendiri NU

Beliau merupakan merupakan salah satu tokoh pendiri NU yang kala itu juga ikut menghadiri pertemuan besar di Surabaya pada tanggal 31 Januari 1926.

Hasil pertemuan yang dihadiri semua ulama dari seluruh nusantara kemudian menyepakati berdirinya organisasi Nahdlatul Ulama (NU), saat itu pula, KH Bisri Syansuri ditetapkan sebagai A’wan pertama dalam organisasi tersebut.

Selanjutnya yaitu pada tahun 1947, KH Bisri Syansuri ditunjuk bersama sebagai wakil Rais ‘Aam NU yang kebetulan saat itu dijabat oleh kaka iparnya sendiri, yakni KH Abdul Wahab Hasbullah yang menggantikan posisi KH Hasim Asy’ari yang sudah wafat.

Beliau menjabat sebagai wakil Rais ‘Aam menggantikan posisi KH Abdul Wahab Hasbulloh pada tahun 1971 sampai akhir hayatnya.

Salah satu upaya penting beliau terhadap NU yaitu menjadi seorang penggerak dalam perjuangan mengembangkan organisasi Nahdlatul Ulama di daerah kediamannya, Jombang.

Selain itu, KH Bisri Syansuri juga dipercaya sebagai penghubung setiap agenda acara kegiatan sehari-hari dalam kepengurusan NU pusat di Surabaya sekaligus juga menjadi penghubung antara Kyai Hasyim Asy’ari sebagai Rais Akbar dengan Kyai Abdul Wahab Hasbullah.

Beliau jugalah yang dipercaya Kyai Abdul Wahab Hasbullah dari kalangan Ulama untuk menjemput Hadhratusyaikh Hasyim Asy’ari dari Tebuireng ke Surabaya dalam acara peresmian organisasi Nahdlatul Ulama.

KH Ahmad Dahlan, Wakil Rais NU Pertama Pada Tahun 1926

KH Ahmad Dahlan, Tokoh penting dalam berdirinya NU
Harapan Rakyat

Kyai Ahmad dahlan merupakan seorang ulamak yang tergolong sebagai tokoh pendiri NU, beliau putra dari Pengasuh Pondok Pesantren Kebondalam, Surabaya, yaitu KH Muhammad Ahyad.

Beliau dilahirkan pada tanggal 30 oktober 1885 (13 Muharram 1303 H) sebagai anak keempat dari enam bersaudara di Kecamatan Simokerto.

Beliau wafat pada tanggal 20 November 1962, diusianya yang ke 77 tahun.

Sejak kecil beliau tergolong seorang yang gigih mencari ilmu, guru pertama beliau adalah ayahnya sendiri dan selanjutnya beliau melanjutkan pendidikannya dengan berguru kepada Syaikhuna Kholil Bangkalan, di Madura.

Setelah beberapa tahun beliau nyantri di Madura, beliau kemudian berguru kepada KH Mas Bahar ibnu Noer Hasan, Pengasuh Pondok Pesantren Sidogiri Pasuruan.

Dari silsilah keilmuannya ini, beliau kemudian diundang untuk menghadiri acara peresmian Jam’iyyah Nahdlotul Ulama di Surabaya bersama banyak ulama lainnya.

Sebagai salah satu tokoh pendiri NU, Kyai Dahlan kemudian dipercaya menjadi Wakil Rais NU pertama tahun 1926, yaitu jabatan penting NU satu tingkat dibawah Rais Akbar (Hadhratussyaikh Hasyim Asy’ari).

Kontribusi K.H Ahmad Dahlan Ibnu Muhammad Ahyad

Sebagai salah satu pengurus organisasi Nahdlatul Ulama, beliau berperan sebagai tokoh yang menguatkan tali hubungan antar pesantren yang ada diseluruh Nusantara supaya tetap bersatu di bawah komando Hadhratussyaikh Hasyim Asy’ari.

Salah satu pesan beliau adalah “segala bentuk gerakan dalam perjuangan melawan penjajah, para santri dan juga para kyai harus tetap berpegang teguh dalam satu komando dan menghindari perpecahan.

Sementara pesan beliau yang lain yaitu, semua santri dan juga kyai di seluruh pesantren tidak boleh keluar dari Aqidah Ahlussunnah Wal Jama’ah.

Dengan menyatukan hubungan antar pesantren, Kyai Ahmad Dahlan kemudian bisa memahami berbagai masalah serta isu-isu yang terjadi seputar keagamaan.

Beliau bersama Kyai Abdul Wahab Hasbullah dan juga Kyai Mangun, ikut berperan dalam mendirikan Taswirul Afkar (kontekstualisolasi pemikiran).

Untuk mendanai berlangsungnya acara tersebut, Kyai Ahmad Dahlan kemudian mendirikan Syirkatul Amaliyyah atau Koperasi jual beli saham kepada anggota Taswirul Afkar.

Sebagai Wakil Raois Aam dalam organisasi NU, Kyai Ahmad Dahlan bersama para kiai lainnya, berhasil membentuk Majlis Islam A’la Indonesia (MIAI) pada tanggal 12-15 Rajab 1356 H (18-21 September 1937).

Tujuan dibentuknya organisasi tersebut adalah untuk mempersatukan semangat kebangsaan antar organisasi dalam masyarakat untuk melakukan perjuangan melawan penjaja serta mentolerir segala bentuk perbedaan di dalamnya.

K.H R Asnawi (Mustasyar NU Pertama di Tahun 1926)

K.H R Asnawi, tokoh sejarah Berdirinya NU
NU Online

Kyai Asnawi merupakan salah seorang ulamak yang ikut serta dalam peresmian organisasi NU di surabaya, beliau dikenal dengan nama aslinya Raden Syamsi, lahir pada tahun 1281 H/1861 M.

Beliau adalah putra dari H Abdullah Husnin dengan R Sarbinah yang merupakan keturunan ke-14 Sunan dari Kudus atau Syaikh Ja’far Shodiq.

Beliau wafat di usianya yang ke 90 tahun, tepatnya pada tanggal 25 Jumadil Akhir 1378 H atau 26 Desember 1959 M.

Sejak masih kecil, kecintaannya beliau terhadap ilmu agama Islam sudah terlihat.

Asnawi kecil sangat senang melakukan rihlah ilmiah atau perjalanan keilmuan.

Ayah beliau yang sekaligus guru pertamanya sudah membekalinya ilmu tajwid serta penguasaan bacaan Al-quran.

Perjalanannya mencari ilmu agama di beberapa Pondok Pesantren dimulainya sejak ia pindah ke daerah Jepara, disana beliau kemudian berguru kepada KH Irsyad Naib, salah saatu pengasuh pondok peantren di daerah Mayong.

Setelah menamatkan pendidikannya, Kyai Asnawi kemudian berguru kepada ulama-ulama di Nusantara, seperti:

  • Kyai Saleh Darat Semarang.
  • Kyai Mahfudz at-Termasi Pacitan.
  • Kyai Nawawi al-Bantani Makkah.
  • Kyai Sayyid Umar Shata Makkah.

Pada saat ia belajar ilmu keagamaan di Mekkah, Kyai Asnawi kemudian menikahi janda Syaikh Nawawi al-Bantani yang bernama Nyai Hj Hamdanah.

Dari pernikahannya itu, beliau kemudian memiliki 9 orang anak, yang mana dua di antaranya Hj Azizah (istri KH Saleh, Tayu) dan Alamiyah (istri R Maskub, Kudus).

Kontribusi K.H R Asnawi Sebagai Tokoh Pendiri NU

Pada saat acara peresmian Jam’iyyah Nahdhlatul Ulama di Surabaya pada tanggal 31 januari 1926, saat  itu Kyai Asnawi ditunjuk sebagai Mustasyar NU yang pertama dalam susunan organisasi NU yang dipimpin oleh Hadhratussyaikh Hasyim Asy’ari.

Beliau merupakan pribadi yang dikenal punya semangat perjuangan yang tinggi dalam melakukan perlawanan mengusir penjajah.

Bahkan, beliau tidak hanya berdakwah dan mengajar santri saja, sebagai salah seorang ulamak besar, beliau juga ikut menjadi penggerak dilapangan dengan tekad demi mempertahankan keutuhan Negeri tercinta (NKRI).

Dan karena semangat perjuangan beliau yang luar biasa membuat banyak kalangan santri dan rakyat terinspirasi untuk mengikuti jejak langkahnya.

Bahkan dimasa revolusi kemerdekaan, Kyai Asnawi berperan langsung sebagai salah satu tokoh NU yang menggerakkan kaum Santri untuk ikut serta menjaga benteng spiritual para pejuang.

Pada saat itu, Kyai Asnawi beserta segenap santri dan masyarakat ikut berkumpul untuk membaca Shalawat Nariyah serta doa surat Al-Fiil.

Kewibawaan beliau sebagai ulama terkemuka membuat banyak pemuda datang kepada beliau untuk memintah doa sebelum berangkat untuk bertempur melawan penjajah.

Kontribusi beliau terhadap perjuangan NU semakin terlihat jelas, dikala beliau ikut andil dalam memperjuangkan ajaran Ahlussunnah Wal Jamaah agar tetap berdiri kuat di negara tercinta ini.

Di masa itu juga, di jazirah Arab sudah terlihat adanya ajaran Salafi Wahabi yang mana dampaknya begitu terasa di sebagian wilayah Nusantara.

Dalam upaya merespon hal tersebut, maka forum komunikasi kyai yang dipimpin oleh Kyai Abdul Wahab Hasbullah, kemudian mengutus Kyai Asnawi untuk mengupayakan strategi diplomasik.

Tujuannya adalah untuk mencegah rencana pembongkaran makam Nabi Muhammad SAW di makkah.

Maka dengan dikirimnya utusan (Kyai Asnawi) kesana dengan mengatasnamakan organisasi Islam terbesar di Indonesia (Nahdlotul Ulama).

Maka menghasilkan kabar yang sangat menggembirakan untuk segenap umat Islam di Indonesia bahkan untuk dunia sekalipun, karena pembongkaran makam Nabi Muhammad SAW tidak jadi dilakukan atau dipindahkan.

K.H Ridwan Abdullah (Pencipta Lambang NU)

K.H Ridwan Abdullah
toriqa.com

KH Ridwan Abdullah juga merupakan salah satu tokoh pendiri NU yang lebih dikenal dengan sebutan Kyai Abdullah.

Beliau jugalah yang telah menciptakan lambang Nahdlatul Ulama atas perintah KH Abdul Wahab Hasbullah.

Beliau adalah putra bungsu dari pasangan Kyai Abdullah dengan Nyai Marfu’ah yang lahir pada tahun 1884 di kampung Carikan Gang 1, Praban, Contong, Bubutan, Surabaya.

Beliau sempat mengenyam pendidikan di sekolah belanda sehingga membuat dirinya menguasai tentang teknik dasar menggambar serta melukis dengan baik.

Hal itu karena beliau termasuk salah satu murid yang pintar, bahkan karena kecerdasannya itu suatu ketika, Kyai Ridwan Abdullah hampir diadopsi oleh orang Belanda.

Namun, karena tidak diizinkan oleh kedua orang tuanya, akhirnya beliau tidak jadi diadopsi.

Setelah beberapa waktu berselang, Ridwan Abdullah yang masih sangat muda dikirim belajar oleh ayahnya ke Pondok Pesantren Buntet di Cirebon.

Setelah lulus dari Sekolah Dasar, beliau langsung melanjutkan pendidikannya dengan mondok di sejumlah pesantren, salah satu guru besar beliau selama mondok di beberapa pondok adalah Syaikh Kholil Bangkalan, Madura.

Kontribusi K.H Ridwan Abdullah Terhadap NU

Sebagai salah seorang tokoh pendiri NU, kontribusi beliu tentu sangat besar, salah satunya dengan menjadi kreator utama dalam menciptakan lambang kebesaran Nahdlotul Ulama.

Pada saat mukhtamar NU ke-2 di Surabaya pada tanggal 12 Robiul Awal 1346 H atau 9 Oktober 1927 yang memperkenalkan lambang NU secara resmi.

Tidak hanya itu, beliau juga menjelaskan secara rinci arti dari lambang tersebut, yang mana:

  1. Lambang bola bumi artinya adalah, bumi merupakan tempat manusia berasal, menjalani hidup dan akan kembali ke asalnya.
  2. Lambang tampar melingkar dalam posisi mengikat artinya adalah, ukhuwah atau persaudaraan yang kuat.
  3. Lambang dua simpul ikatan yang ada di bagian bawah yang berarti hubungan vertikal kepada Allah dan hubungan horizontal dengan sesama manusia.
  4. Lambang peta Indonesia berarti bahwa NU didirikan di Indonesia dan akan berjuang untuk kejayaan negara Republik Indonesia.
  5. Lambang untaian tampar yang berjumlah 99 itu artinya adalah, nama-nama terpuji bagi Allah atau Asmaul Husna.
  6. Lambang empat bintang melintang di atas bumi yang berarti simbol Khulafaur Rasyidin yang terdiri dari Abu Bakar as-Shidiq ra, Umar bin Khattab, Ustman bin Affan ra, serta Ali bin Abi Thalib.
  7. Lambang satu bintang di tengah artinya adalah simbol Nabi besar Rasulullah saw.
  8. Lambang empat bintang melintang di bawah bumi yang berarti simbol dari empat Imam Mazhab Ahlussunnah wal Jama’ah yang diantaranya Imam Hanafi, Hambali, Maliki dan Syafi’i.
  9. Lambang jumlah bintang yang berjumlah sembilan artinya adalah simbol dari Walisongo sebagai penyebar agama Islam di tanah Jawa.
  10. Lambang tulisan Nahdlatul ‘Ulama menggunakan huruf Arab melintang di tengah yang artinya adalah nama organisasi Nahdlatul ‘Ulama yang mempunyai arti kebangkitan para ulama.
  11. Lambang tulisan warna putih arti ya adalah simbol dari kesucian.
  12. Dan Lambang warna dasar hijau yang berarti simbol kesuburan tanah air Indonesia.

Pembuatan lambang NU itu menghabiskan waktu hingga setengah bulan lamanya.

Beliau juga penjelasan secara langsung kepada Hadhratussyaikh Hasim Asy’ari, mengenai asal muasal pembuatan lambang NU tersebut.

Yaitu dalam pembuatan lambang NU terlebih dahulu melakukan salat istikharah hingga beliau mendapatkan mimpi melihat adanya gambar di atas langit yang cerah berbentuk persis seperti lambang NU yang hingga sekarang tetap dipertahankan.

KH Hasyim Asy’ari selaku Rais Akbar NU saat itu pun merespon dengan memanjatkan doa, kemudian berkata “mudah-mudahan Allah mengabulkan harapan kita semua seperti lambang Nahdlatul Ulama.”

K.H Mas Alwi bin Abdul Aziz (Pencetus nama “Nahdlatul Ulama”)

K.H Mas Alwi bin Abdul Aziz
Gomuslim

KH Mas Alwi merupakan Putra dari KH Abdul Azizi sekaligus merupakan keluarga besar Sunan Ampel, Surabaya, beliau diperkirakan lahir pada tahun 1890-an.

Sejak diusianya yang masih muda, beliau pernah mondok di pesantren yang di asuhan Syaikhuna Kholil Bangkalan, Madura.

Waktu masih beliau masih nyantri di Pondok Pesantren tersebut, Kyai Mas Alwi adalah sahabat dekatnya Kyai Ridwan Abdullah serta Kyai Abdul Wahab Hasbullah yang juga merupakan salah satu tokoh pendiri organisasi NU.

Kontribusi Kyai Mas Alwi Terhadap NU

Sebagai salah satu tokoh pendiri NU, kontribusi beliau terhadap NU tentu cukup besar, salah satu yang masih dikenang hingga sekarang, yaitu sebagai inisiator pertama pencetus nama Nahdlotul Ulama.

Sebelum diberi nama NU sebagai organisasi terbesar di Indonesia, sebelumnya organisasi ini hendak diberi nama Nuhudlul Ulama.

Nama Nuhudlul Ulama merupakan usulan dari Kyai Faqih Maskumambang.

Namun, berdasarkan kesepakatan oleh semua ulama yang hadir, maka nama Nahdlotul Ulama yang kemudian resmi diambil dan diresmikan.

Tokoh Tokoh Pendiri NU Lain yang Memiliki Peran Penting Terhadap Berdirinya NU

Selain dari beberapa tokoh yang dijelaskan diatas, ternyata masih ada beberapa sosok Ulama terkemuka lainnya yang juga sebagai tokoh pendiri NU dengan peran serta kontribunsinya terhadap organisasi NU.

Merka diantaranya yaitu:

  1. K.H Chamid Faqih, Sedayu Gresik.
  2. K.H Abdul Halim, Leuwemunding Cirebon.
  3. K.H Ma’sum, Lasem.
  4. K.H Nachrawi Thahir, Malang.
  5. K.H Abdullah Ubaid, Surabaya.
  6. Syaikh Ghanaim, asal Mesir yang tinggal di Surabaya.

Faktor-Faktor yang Melatarbelakangi Berdirinya NU

Sejarah dan faktor Berdirinya NU
toriqa.com

Pemahaman Agama di Masyarakat Masih Kurang Sehingga Membuat Para Kyai Khawatir

sal usul lahirnya Nahdlatul Ulama itu sebenarnya berasal dari organisasi kecil yang bernama Taswirul Afkar, atau yang dikenal dengan Nahdlatul Fikri.

Organisasi ini pertama kali dibentuk pada tahun 1918 oleh para kyai-kyai pesantren yang diantaranya ada KH Wahab Hasbullah.

Organisasi Taswirul Afkar dibentuk karena didasari oleh kegelisahan para kyai karena masyarakat pada masa itu sangat terbelakang pemahamannya terhadap Islam, masih tradisional.

Selain itu, juga dikarenakan giatnya para penjajah dalam meyebarkan agama kristen-katolik di berbagai daerah.

Para penjajah kala itu banyak mengirimkan misionaris.

Taswirul Afkar yang artinya Kebangkitan Pemikiran menjadi sebuah tempat untuk para santri dan masyarakat untuk mengenyam pendidikan sosial, agama dan juga politik.

Setelah dibentuk, lambat laun organisasi ini berkembang dengan sangat pesat sehingga menghasilkan banyak cabang di berbagai daerah.

Semangat Cinta Tanah Air (Nasionalisme)

Salah satu faktor yang melatar belakangi lahirnya Nahdlatul Ulama adalah karena adanya niatan kokoh untuk menyatukan para ulama serta tokoh- tokoh agama dalam melawan penjajahan.

Nahdalatul Ulama yang dipimpin oleh Hadhratus Syaikh KH Hasyim Asyari sangat nasionalis.

Hal itu terbukti adanya dimana sebelum Indonesia merdeka, para pemuda dari bermacam-macam wilayah mendirikan organisasi bertabiat kedaerahan, semacam:

  • Jong Cilebes.
  • Pemuda Betawi.
  • Jong Java.
  • Jong Ambon.
  • Jong Sumatera dan daerah-daerah lainnya.

Organisasi -organisasi nasionalisme itu dipelopori oleh para ulama dalam fatwanya.

Bahkan para pemuda pesantren tahun 1924 juga mendirikan organisasi Syubbanul Wathon yang artinya Pemuda Tanah Air.

Organisasi pemuda itulah yang dikemudian hari berubah menjadi Ansor Nahdlatoel Oelama yang salah satu tokohnya merupakan pemuda gagah bernama Muhammad Yusuf (KH Meter Yusuf Hasyim).

Tidak hanya itu, dari rahim Nahdlatul Ulama kemudian lahirlah beragam lasykar perjuangan dan di golongan pemuda juga lahir lasykar- lasykar Hizbullah atau tentara Allah dengan panglimanya KH Zainul Arifin.

Sementara dari golongan tua lahir pula lasykar fiiSabilillah  atau Jalan menuju  Allah yang di komandani oleh KH Masykur.

Meskipun negara Indonesia ini sudah memproklamasikan kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945, sejarah mencatat bahwa 53 hari setelah itu, NICA (Netherlands Indies Civil Administration) datang untuk mencaplok kembali kedaulatan RI.

Pada tanggal 25 Oktober 1945, NICA bersama sekitar Enam ribu tentara Inggris datang melalui Pelabuhan Tanjung Perak di Surabaya.

Pasukan itu dipandu oleh Brigadir Jenderal Mallaby yang merupakan panglima Brigade ke- 49 (India).

Awalnya kedatangannya hanya untuk melucuti senjata Jepang, namun karena ada Belanda yang ikut membonceng tentara sekutu mengakibatkan suasana semakin panas dan membuat surabaya menjadi genting.

Beruntungnya, sebelum tentara NICA itu tiba, presiden Soekarno sudah mengirimkan utusannya untuk menghadap Hadhratus Syaikh KH Hasyim Asy’ ari di Pesantren Tebuireng, Jombang.

Dengan utusannya itu, Presiden Soekarno bertanya kepada Hadhratus Syaikh KH Hasyim Asy’ ari “ Apa hukumnya jika seseorang membela tanah airnya? dan bukan membela Allah, membela Islam, maupun membela al- Quran, melainkan membela tanah air?”

Hadhratus Syaikh KH Hasyim Asy’ ari yang memang dari sebelumnya sudah memiliki fatwa jihad kemerdekaan maka langsung bertindak cepat.

Setelah itu Beliau lalu memerintahkan KH Wahab Hasbullah, KH Bisri Syansuri, dan juga para Kiyai yang lain untuk mengumpulkan para Kiyai se- Jawa serta Madura.

Para Kiyai dari Jawa serta Madura itu kemudian melakukan pertemuan di Kantor pengueus besar Ansor Nahdlatoel Oelama, Jalur Bubutan VI/ 2, Surabaya, dengan dipandu Kiai Wahab Hasbullah pada tanggal 22 Oktober 1945.

Kemudian pada tanggal 23 Oktober 1945, Hadhratus Syaikh KH Hasyim Asy’ ari atas nama Pengurus Besar NU mengumumkan seruan jihad fi sabilillah, yang setelah itu dikenal dengan Resolusi Jihad.

Didalamnya ada ada 3 poin penting dalam Resolusi Jihad itu, diantaranya:

  1. Setiap muslim baik tua maupun muda, semuanya harus memerangi orang kafir yang merintangi kemerdekaan Indonesia.
  2. Pejuang yang meninggal dalam perang kemerdekaan disebut dengan para syuhada.
  3. Bagi masyarakat Indonesia yang membela atau memihak penjajah itu bagaikan pemecah belah persatuan nasional, sehingga wajib dihukum mati.

Jadi, setiap umat Islam hukumnya adalah wajib membela tanah air.

Seruan jihad yang ditulis dengan huruf pegon itu kemudian dikobarkan oleh Bung Tomo melalui siaran radio.

Mendengar seruan yang membara itu, masyarakat Surabaya serta warga Jawa Timur yang keberagamaannya kokoh serta kebanyakan NU merasa dibakar semangatnya.

Ribuan Kiyai dan juga santri dari berbagai wilayah nusantara seperti ditulis oleh Meter C Ricklefs berdatangan ke Surabaya.

Tak lama kemudian meletuslah kejadian 10 November 1945 yang melegenda itu, yang dikenang sebagai hari pahlawan.

Para Kiyai serta pendekar dari yang tua hingga yang muda mulai membentuk barisan pasukan non regular yang disebut dengan pasukan sabilillah yang dikomandani oleh KH Maskur.

Meraka lalu bersama-sama melakukan perjuangan dibawah komando tentara hizbullah yang diketuai oleh H Zainal Arifin.

Sementara para Kiyai sepuh juga tidak tinggal diam, merega bergabung di barisan Mujahidin yang dipandu oleh KH Wahab Hasbullah.

Semangat perjuangan mereka berkobar menanti komando dari para pemimpin, dan selanjutnya perang pun tak terelakkan lagi.

Dalam pertempuran yang heroik itu, Brigadir Jenderal Mallaby tewas.

Semangat Ingin Membangkitkan Ekonomi Ummat Islam

Dakwah akan tearasa sempurna jika didukung oleh perekonomian yang kuat.

Maka dari itu para kyai-kayai terdahulu mendirikan sebuah organisasi yang bernama Nahdlatut Tujjar, yaitu kebangkitan para pedagang.

Kesimpulan

Nahdalatul Ulama (NU) lahir ditengah tengah keadaan yang sangat memperihatinkan, karena saat itu indonesia masih dalam tahap perjuangan mempertahankan kemerdekaanya.

Ditambah banyaknya masyarakat yang pemahamannya akan Islam masih sangat lemah dan juga keadaan keadaan yang mengharuskan adanya suatu organisasi guna mengatasi sumua masalah kala itu dan menjawab beragam tantangan di tanah Nusantara.

Organisasi NU juga lahir atas pemikiran, gerakan serta beragam upaya yang dilakukan ulama-ulama nusantara, khususnya KH. Hasyim asyari sebagai pelopor tercetusnya organisasi NU.

Manfaatnya juga sangat terasa bahkan hingga sekarang, diantaranya menyatukan para pemuda sehingga terbentuklah beragam laskar perjuangan dalam mengusir dan mempertahankan Nusantara dari para penjajah.

Demikianlah pembahasan seputar tema para tokoh pendiri NU, semoga bermanfaat dan menambah wawasan kita semua.

Lihat Juga pos-pos terkait lainnya dari kami seperti:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *